Badiuzzaman Said Nursi, salah seorang mufasir asal Turki awal abad ke-20, dalam karyanya Risalah Nur (Al-Lama’at, Bab 6), menjelaskan makna ayat Surah al-Fath: 29, selain mengenai kerasulan Muhammad SAW, juga tentang karakteristik keempat sahabat beliau itu.
Bagi Said Nursi, ayat tersebut dengan jelas memberitahukan kepada kita mengenai sifat istimewa dan akhlak mulia mereka. Juga bagi para ahli hakikat ayat ini menerangkan dengan makna isyari (implisit) urutan khalifah yang empat itu, yang akan menggantikan setelah Nabi SAW wafat. Lebih jauh lagi, ia mengemukakan sifat yang paling menonjol yang dimiliki oleh masing-masing mereka itu sehingga mereka wajar disebut sebagai al-Khulafa al-Rasyidun.
Ungkapan ayat: al-ladzina ma’ahu (setia bersama dengan Nabi SAW), menurut Said Nursi, mengarah kepada Sayyidina Abu Bakar al-Shiddiq RA, yang secara tanpa pamrih mendampingi beliau pada saat hijrah, dan menjadi sahabat setia beliau. Beliau pun dikenal sebagai tokoh yang getol mempertahankan kebenaran, sekalipun itu pahit. Beliau mengakui kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW (Muhammadun Rasulullah).
Kemudian sambungan ayat itu: asyiddau ‘alaa al-kuffar (keras terhadap orang-orang yang mengingkari kebenaran Islam), digambarkan sebagai perangai mulia Sayyidina Umar RA. Beliau dikenal sebagai halilintar atau macan padang pasir, karena beliau adalah figur yang sangat berwibawa dalam menegakkan keadilan melawan kaum zalim, tanpa pandang bulu dan pilih kasih. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat tegas dan teguh dalam pendirian.
Karena tingginya rasa kasih sayangnya kepada orang-orang beriman, sehingga gambaran al-Qur’an dengan ungkapan: ruhamau baynahum (kasih sayang terhadap sesama mereka), dianggap sangat sesuai dengan pribadi Sayyidina Usman RA. Beliau tidak rela bila terjadi pertumpahan darah di kalangan umat Islam ketika terjadi fitnah besar. Ia pun berjuang keras sampai titik darah penghabisan, agar umat Islam senantiasa bersatu padu.
Adapun Sayyidina Ali RA, al-Qur’an menggambarkannya dengan ungkapan: Tarahum rukka’an sujjadan yabtaghuna fadhlan min Allah wa ridhwana (kamu saksikan mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan ridha-Nya). Ungkapan ini menjelaskan kepribadian yang satu ini, bahwa meskipun sedang memangku tugas berat sebagai khalifah, beliau senatiasa ruku’ dan sujud di hadapan Khaliknya, yang menggambarkan betapa tingginya tingkat kezuhudannya dalam bribadah. Sekalipun kekuasaannya semakin meluas sampai Persia, beliau tetap hidup sangat sederhana. Beliau tidak bermewah-mewah. Memang beliau dikenal sebagai ahli ibadah yang luar biasa, selain kedalaman ilmunya yang juga diakui oleh banyak kalangan.
Dari penjelasan tersebut dapatlah kita memetik pelajaran berharga untuk kita sekarang ini bahwa ciri-ciri pemimpin yang ditunjukkan oleh al-Khulafau al-Rasyidun itu ada empat juga:
1. Pemimpin itu harus setia kepada kebenaran. Maksudnya, selain membenarkan ayat-ayat Allah SWT dan kerasulan Nabi SAW, seorang pemimpin juga haruslah selalu mempertahankan kebenaran (shiddiq).
2. Selain itu, seorang pemimpin dituntut untuk selalu tegas dan berani mengambil keputusan dengan penuh rasa keadilan (‘adil), serta menegakkannya dengan penuh keteguhan hati, tanpa rasa gamang dan keraguan;
3. Sifat lain pemimpin itu adalah memiliki rasa kasih sayang yang mendalam kepada umatnya, dan senantiasa membangun silaturrahim yang solid. Dia tidak ingin menjerumuskan bangsanya ke jurang kebingungan tanpa kepastian. Dia pun pemurah dan rela berkorban demi kepentingan rakyatnya, bukan sebaliknya: bersenang-senang di atas penderitaan rakyatnya;
4. Pemimpin itu, selain mesti senantiasa melayani rakyatnya dengan penuh dedikasi, hendaknya juga selalu rajin beribadah (ahli ibadah), sehingga tidak melupakan Tuhannya.
Bila seorang pemimpin memiliki empat sifat ini, maka Allah SWT akan selalu melindunginya dan senantiasa melimpah-ruahkan rahmat-Nya kepadanya dan bangsanya. Semoga pemimpin kita dapat selalu bercermin pada sifat-sifat mulia ini dalam setiap derap langkah kepemimpinannya.
Penulis: Andi Faisal Bakti - Guru Besar Ilmu Komunikasi Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, dan Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.