Ada dua macam golongan yang dibenci Islam dalam memandang harta dan kekayaan. Satu golongan menganggap bahwa harta merupakan segala-galanya. Harta menurutnya sebagai solusi segala problematika manusia. Sehingga golongan tersebut menjadikan harta sebagai ilah (tuhan)nya. Mereka menganggap bahwasannya manusia diciptakan di dunia hanyalah untuk mengejar dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya.
Adapun golongan yang kedua menganggap bahwasannya manusia “tidak butuh” harta. Mereka merasa dicukupkan atas aktifitasnya dalam cakupan ibadah mahdlalh saja, karena harta bagi mereka merupakan syaithan yang harus dihindari secara total dalam kehidupan dunia. Sehingga tidak jarang kehidupan mereka sangat tergantung pada orang lain dan hidup di atas sedekah pemberian orang lain. Mereka merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk diluangkan mencari nafkah bagi istri, anak-anak, dan keluarganya.
Harta merupakan sarana untuk mencapai kebaikan. Setiap sesuatu yang menyampaikan kepada kebaikan adalah kebaikan.
Said bin al Musayyib berkata,”Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mencari harta. Dengan harta dia bisa membayar utangnya dan menjaga kehormatannya. Jika meninggal dunia maka ia bisa meninggalkan warisan sebesar 400 dinar.”
Mencari kekayaan adalah perkara yang disyariatkan didalam islam. Di dalam Al Qur’an banyak disebutkan ayat-ayat yang menyeru untuk mencari rezeki dan berusaha di atas bumi. Firman Allah swt :
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah.” (QS. Al Ahzab : 10)
Kesimpulannya bahwa harta dan kekayaan merupakan salah satu wasilah/ perantara dan pendukung untuk ibadah kita kepada Allah ta’ala bukan sebagai tujuan utama. Karena tujuan manusia diciptakan hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT., sebagaimana firman-Nya :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” [QS. Adz-Dzaariyyaat : 56].
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !