Perempuan
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (Q.S. Az-Zariyat: 49).
Perempuan diciptakan Allah berpasangan dengan lelaki untuk mendampinginya, demikian pula sebaliknya. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, demikian juga sebaliknya, karena tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak sempurna dalam pontensinya mengemban tugas serta fungsi yang diharapkan darinya. Tanpa perempuan masa muda lelaki menjadi gersang, masa matangnya menjadi hampa, dan masa tuanya menjadi penyesalan.
Allah menciptakan perempuan – baik sebagai istri, ibu, atau anak – untuk dicintai dan dihormati, demikian pula sebaliknya.
Nabi Muhammad saw., bersabda: “Dicintakan oleh Allah buat aku dari apa yang terhidang di dunia ini, perempuan dan wewangian…” “Tidak ada yang menghormati perempuan kecuali seorang terhormat dan tidak ada yang menghinanya kecuali yang bejat.”
Mencintai perempuan adalah salah satu aspek fitrah manusia, dan karena itu semua rincian tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah menyangkut perempuan, bahkan manusia, tercermin melalui prinsip di atas.
Jangan pernah berkata bahwa asal kejadian lelaki lebih unggul ketimbang perempuan, sekali lagi jangan, karena kedua jenis itu diciptakan Min Nafsin Wâhidah/ dari jenis yang sama (Q.S. An-Nisaa’: 1) dan Min Dzakarin Wa Untsâ (Q.S. Al-Hujurat: 13), yakni lahir melalui seorang lelaki bersama seorang perempuan, yaitu hasil pertemuan sperma dan ovum.
Lelaki makhluk bersperma dan perempuan makhluk berovum, namun keliru bila dianggap bahwa keduanya seperti dua unit independen yang masing-masing berdiri sendiri. Tidak! Keduanyaa saling berkaitan, dan saling membutuhkan. Mereka (isteri) adalah pakaian untuk kamu dan kamupun (suami) adalah pakaian untuk mereka. (Q.S. Al-Baqarah: 187).
Allah telah menganugerahi keduanya potensi yang cukup, yang menjadikan keduanya mampu melaksanakan aneka kegiatan kemanusiaan yang umum dan khusus. Sehingga, kalau kehidupan di bumi didasari atas pilihan, keikhlasan, kesetiaan, kecerdasan berpikir dan kebenaran tingkah laku, maka kedua jenis manusia ini sama dalam bidang-bidang tersebut. Sesekali lelaki yang unggul, dan di kali lain perempuan. Dalam keberhasilan atau kegagalan, balasan baik atau buruk, masing-masing dapat memperolehnya. Begitu maksud Q.S. Ali-Imran: 195 dan An-Nisaa’: 124.
Memang ada perbedaan antara keduanya, itu juga adalah fitrah yang dirancang Allah agar terjadi hubungan harmonis bahkan cinta kasih antara keduanya. Lelaki dan perempuan memunyai hak dan kewajiban seimbang walau tidak sama.
Jangan pernah berkata bahwa kekuatan jarum jahit yang melebihi benang menjadikannya lebih unggul daripada benang, karena tanpa benang, jarum tidak dapat berfungsi. Jahit-menjahit tidak akan terjadi kalau hanya jarum atau hanya benang yang tersedia. Karena itu harus ada pembagian kerja dan demikian jugalah Islam mengatur hal itu melalui tutunannya, yang disesuaikan dengan sifat dan kodrat masing-masing.
Fungsi menciptakan bentuk. Karena gelas dirancang untuk berfungsi sebagai alat minum, maka bibirnya dijadikan tebal dan halus, berbeda dengan pisau yang dirancang untuk memotong. Berbahaya menjadikan pisau sebagai alat mimum, dan pasti gagal yang menjadikan gelas alat memotong.
Perempuan mempunyai hak dan wewenang atas hasil usahanya sebagaimana lelaki pun demikian (Q.S. An-Nisaa’: 32). Islam tidak melarangnya bekerja, selama dia membutuhkan pekerjaan itu atau pekerjaan itu membutuhkannya, dan selama terpelihara dirinya dan lingkungannya dari segala yang mengundang hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama. Demikian, Wa Allah A’lam.
Penulis: M. Quraish Shihab